SUGAPA – Dalam proses penyusunan raperda pajak dan retribusi di Kabupaten Intan Jaya, harus dilakukan secara benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan Pj Bupati Intan Jaya, Apolos Bagau, ST seperti disampaikan Sekda Intan Jaya, Asir Mirip, S.Pd, M.Si, saat finalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Intan Jaya tentang pajak dan retribusi, Selasa (8/9/23) di Sugapa.
Beberapa poin yang harus diperhatikan, kata bupati, diantaranya, pertama, telah dilakukan penyusunan naskah akademik yang melihat dari aspek filosofis, sosiologis dan yuridis termasuk substansi, muatan dan jangkauan pengaturannya. Kedua, dilakukan konsultasi publik minimal 2 kali dengan melibatkan masyarakat. Karena Raperda ini akan diterapkan kepada masyarakat umum sebagai obyek pajak dan retribusi.
Ketiga, agar dilakukan harmonisasi, pemantapan dan pembulatan konsepsi dengan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua sebagaimana amanat UU nomor 12 tahun 2011 sebagaimana telah beberapa kali diubah terkahir dengan UU nomor 13 tahun 2022 tentang perubahan kedua atas UU nomor 12 tahun 2011 tentang pebentukan perturan perundang-undangan, Permendagri nomor 80 tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri nomor 120 tahun 2018 tentang pembentukan produk hukum daerah dan Perda nomor 4 tahun 2021 tentang pembentukan produk hukum daerah.
“Kepada Kepala BPPKAD Kabupaten Intan Jaya selaku pemrakarsa sekaligus ketua tim penyusun saya ingatkan agar dalam proses penyusunan benar-benar dilakukan secara teliti dengan melibatkan stake holder. Sehingga Perda yang dihasilkan nanti benar-benar dapat dilaksanakan dengan maksimal dan tidak berubah setiap waktu. Setelah seluruh proses penyusunan selesai, segera kita sampaikan kepada DPRD untuk dibahas bersama untuk menuju proses selanjutnya,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pajak daerah dan retribusi daerah merupakan kewajiban warga negara kepada negara/daerah dalam rangka mendanai pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu Perda pajak dan retribusi harus mampu memaksimalkan potensi yang ada.
Bicara potensi yang ada dan berkaca kepada kondisi masyarakat yang masih awam tentang kewajiban kepada negara, katanya, untuk sementara waktu penerapan pajak dan retribusi di Kabupaten Intan Jaya belum dapat dilakukan secara maksimal.
“Berdasarkan data pembangunan kita bahwa 41% dari masyarakat kita termasuk dalam kategori miskin bahkan kalau dilakukan sensus secara lebih konfrehensif barangkali angka kemiskinan Kabupaten Intan Jaya jauh lebih tinggi dari 41% yang tidak seharusnya tidak dibebani dengan pungutan pajak dan retribusi. Sebagian besar masyarakat kita hidup sederhana, tinggal di honai tanpa semen dengan tingkat pendapatan yang tidak menentu,” ujarnya.
Namun Perda pajak dan retribusi tetap harus ditetapkan karena perintah undang-undang. Namun dalam implementasinya di lapangan harus dilakukan secara hati-hati.
“Itulah sebabnya diwal saya sampaikan penyusunan Perda ini harus melalui proses yang benar agar jangan setelah ditetapkan dan diterapkan terjadi penolakan disana-sini,” tuturnya.
Yang pasti bahwa adanya kewenangan pemungutan pajak dan retribusi kepada daerah berdasarkan UU HKPD namun dengan kondisi yang ada, potensi yang dapat diusahakan adalah pajak restoran termasuk rumah makan dan pajak galian C. Sedangkan jenis pajak lain belum berkembang di Kabupaten Intan Jaya.
“Jenis pajak yang lain tetap kita atur dalam perda kita karena perda berlaku untuk jangka yang panjang,” tuturnya.